Aku
melirik arloji yang melilit ditanganku. Pukul lima belas lewat lima menit,
sejauh ini aku masih bergumul dalam dumay ku. Berulang kali aku membuka dinding
profil facebook kekasih ku. Sekedar ingin tau aktivitasnya akhir-akhir ini.
Sepuluh hari sudah kami tak bertemu, berkomunikasi lewat ponsel pun
jumlahnya bisa dihitung dengan jari dalam setiap harinya.
jumlahnya bisa dihitung dengan jari dalam setiap harinya.
Ponselku
ku bergetar, kudapati sebuah pesan singkat disana
Bisakah kita bertemu malam ini?
Tanpa
fikir panjang aku pun dengan segera membalasnya
Yapz, tentu bisa, karna aku sangat
ingin bertemu dengan mu, aku merindukanmu : )
Tak
lama ponsel itu kembali bergetar
Baiklah, pukul tujuh malam ya! Di taman
kota.
Pesan
barusan langsung kusimpan dalam hatiku dan akan menggema-gema disana hingga aku
berjumpa dengannya.
***
Menjelang
keruntuhan matahari di cakrawala barat, bayang-bayang pohon, rumah-rumah,
kendaraan, tiang-tiang lampu jalan, orang-orang, semuanya jatuh menghadap
timur. Aku masih berdiri di balik kaca jendela lantai dua rumahku ini. Menunggu
sang langit untuk berganti gaun hitam.
Waktu
kini telah menunjukan pukul delapan belas lewat lima belas menit, ku
obrak-abrik lemari pakaianku, ku cari pakaian yang berwarna natural untuk ku
kenakan malam ini. Aku mematut diri dicermin, menyisir rambut yang beraroma
shampoo ini hingga rapih, mengoleskan bedak tipis di wajah, dan memulas tipis
lipstick berwarna natural. Aku tersenyum kecil dalam refleksiku sendiri, seolah
tak percaya bahwa malam ini aku akan bertemu sang pangeran cinta.
Sebelum
aku melangkah menuju taman kota, ku buka kembali kotak masuk dalam ponsel ku,
berharap ku dapati lagi pesan dari dia
yang sangat kurindukan malam ini. Waktu kini menunjukan pukul delapan belas
lewat empat puluh lima menit, ku amati sekeliling ku, langit berwarna kehitaman
sehitam tinta, lampu-lampu jalan berpijar gemerlap, gedung-gedung dan toko-toko
di sisi jalan bersimbah cahaya yang turun dari lampu yang beraneka warna. Aku berjalan
setengah berlari menembus jantung kota. Aku tak ingin datang terlambat di hari
jadianku malam ini.
Aku
duduk disebuah bangku taman menanti kedatangan kekasih hati. Kamu dimana? Kenapa kamu ngga menghubungiku
lagi? Apakah pertemuan kita malam imi batal? Atau akan ada kejutan yang akan
kamu berikan padaku malam ini? Sayang, ketahuilah, aku sedang sangat merindukanmu
malam ini, cepatlah datang menemuiku disini. Aku bergumul dalam hati. Ku coba mengetik sebuah pesan singkat
padanya
Kamu ada dimana? Aku sudah menunggumu di
taman : )
Selang
dua menit kemudian kudapati sebuah balasan dari pesan singkat itu
Maaf, aku terlambat, mungkin sebentar
lagi aku sampai disana
Aku
telah menunggunya selama kurang lebih satu setengah jam. Arlojiku kini
menunjukan pukul dua puluh lewat tiga puluh menit. Aku menunduk menghembuskan
rasa bosan, melihat sepatuku yang bergoyang-goyang kecil di bawah sana. Aku
benar-benar sangat merindukannya, gejolak rindu ini senantiasa membuncah di
dada. Kerinduan ini bagai air yang mengalir dan kerinduan ini terkadang lenyap
setelah sampai pada muara yang bernama pertemuan. Mungkin inilah cinta, aku
tertawa kecil sembari memandangi foto kekasihku di layar ponsel. Inikah cinta? Aku bisa bahagia meski hanya
mampu memandangi wajah dua dimensinya.
Suara gemuruh
langit seolah memecahkan keheningan dalam benakku. Dimana kekasihku? Mengapa sampai sekarang belum juga sampai disini?
Bukankah dia sudah berjanji untuk tiba disini pukul tujuh malam ini? Tapi
sekarang sudah hampir pukul Sembilan malam. Aku mengeluh dalam hati. Aku
gelisah, lalu berdiri, berjalan beberapa langkah untuk sekedar melihat-lihat
lampu dan bunga-bunga di taman ini. Ku ambil ponsel dari dalam tas ku, ku
putar-putar benda mungil itu, sambil berharap ada panggilan atau pesan masuk di
sana.
Aku kembali duduk di bangku taman
yang mulai rapuh karena dimakan usia. Tak lama, dia yang ku tunggu akhirnya
datang juga. Dari jarak puluhan meter sekalipun, aku sudah bisa mengenali
postur tubuh itu, gaya sisiran rambutnya, cara berpakaiannya, tapi tidak dengan
wanita yang ada di sampingnya, aku sama sekali tak mengenalnya. Mereka berdua
berjalan menuju kearah ku. Tiba-tiba wanita itu menghentikan langkahnya,
kira-kira lima meter dari tempat dimana aku berdiri. Kini kekasih yang sekian
lama ku nanti kehadirannya, telah berdiri di hadapanku.
“Hay” sapaku
Dia hanya tersenyum kecil, namun
senyuman yang kali ini kulihat tak seperti biasanya, tak seperti senyuman yang
seringkali menghiasi hari-hari ku.
“Bisa kita bicara sebentar?”
Beberapa patah kata keluar dari
mulutnya. Apa yang akan dia katakan?
Mengapa nampak serius sekali? Aku bertanya dalam hati.
“Ya, duduklah!” sahut ku
“Kita putus” Lirihnya
Dua patah kata itu seakan mematahkan
hatiku. Ada saat ketika suasana berubah seratus delapan puluh derajat hanya
karena sebuah ucapan. Ada detik-detik dimana saraf-saraf demikian tegang,
persendian kaku, lidah beku, dan semuanya, seisi dunia bagai berhenti.
Jantungku bagai dihujam ribuan pedang.
“Tapi kenapa? Kenapa kita harus
putus?” dengan kekuatan yang tersisa, ku coba untuk mempertanyakan itu padanya.
“Ini jalan terbaik yang harus kita
ambil” ucapnya lirih
Setiap kata yang keluar dari
mulutnya seolah terus menerus memaksaku untuk segera mati.
“Terbaik? Tapi apa masalahnya? Aku
salah? Aku minta maaf” tanpa ku sadari, aku telah mencengkram lengannya,
menahannya untuk tidak pergi meninggalkanku. Kusadari wanita yang jauh di
belakangnya itu menatapku dengan bola mata yang membara.
“Tak ada yang salah dari mu, hanya
saja, hubungan kita harus berakhir sampai disini”
Ucapannya seolah mematahkan tulang
kakiku, tak kuat lagi rasanya untuk berdiri, aku hampir menjatuhkan tubuhku di
rumput-rumput hijau taman ini, tapi seketika pelukannya menahanku untuk tetap
berdiri. Bisa ku rasakan pelukannya kini tak lagi sehangat dulu, aku dengar
ketika ia berbisik di telingaku, bahwa ia tak bisa mencintaiku lagi. Sesuatu
menetes di bawah kelopak mataku, Kristal bening itu rontok satu demi satu dari
tepian mataku. Aku tak berdaya untuk menghentikannya. Wanita itu menarik tangan
kekasihku, membiarkanku benar-benar jatuh sekarang, ku lihat wanita itu memaksa
kekasihku untuk segera pergi meninggalkan ku. Apa? Kekasihku? Bukan, bukan lagi, lebih tepatnya, dia mantanku.
Malam berjingkat-jingkat
membawa serpihan awan kelam, bergayut beberapa lama dilagit. Sementara itu,
angin sejak tadi meloncat-loncat dan menghantam apapun yang ditemuinya ;
dedaunan mendadak riuh, rerumputan meliuk bak menari-nari, langit sesekali
berdebum, menurunkan titik-titik air. Mula-mula lambat. Lalu, detik demi detik
titik-titik air itu menderas mengecup bumi. Hujan membungkus taman kota ini.
Dengan tangis yang terisak-isak,
dengan segenap kekuatan yang ada, ku kumpulkan kesadaran yang berserakan, aku
berdiri, dan perlahan melangkah untuk sampai dirumah. Aku menangis di sepanjang
jalan, namun aku besyukur, berkat hujan, tak ada satupun yang tahu bahwa aku
sedang menangis saat itu. Aku bergumul di sepanjang jalan, mengapa? Mengapa semuanya seolah secepat ini sirna? Bukankah dulu kau
berjanji untuk selalu mencintaiku? Tapi kenapa? Semuanya harus secepat ini
berlalu, dimana janjimu? Bukankah aku sudah menepati janjiku? janji untuk slalu
bersamamu, karna aku tak sanggup untuk melupakanmu, kenangan tentang dirimu terlalu
erat memelukku.
***
Tiba-tiba aku terjaga dari tidurku.
Kepalaku terasa pusing karena terlalu banyak menagis. Sambil menekan-nekan
pelipis, aku bangkit dan mengambil ponsel. Kudapati sebuah pesan singkat
disana.
Maaf untuk malam ini, maaf jika aku
harus mengingkari semua janji-janji. Hanya ada maaf kataku untukmu, kini ku tak
bisa lagi menjagamu. Jangan lagi ada harapmu untuk ku, karna ku tlah robek
kasih dan sayangmu, tangismu, takkan hentikanku hempaskan semua cerita dulu.
Jadi ku mohon, berhentilah untuk mencintaiku, dan berhentilah merindukanku,
karna aku bukan lagi kekasihmu.
Mungkinkah
aku sanggup untuk berhenti mencintaimu?
Atau
berhenti untuk merindukanmu?
Saat aku terbangun dari tidurku
Saat itu pula aku ingin tidur untuk selamanya
Taukah kau mengapa?
Ketika aku terlelap dalam tidurku
Aku mampu melihat mu
Aku mampu menyentuh mu
Aku mampu berada di samping mu
Aku mampu merasakan indahnya hari ku
Dan aku mampu ungkapkan semua rasa ku untukmu
Tapi setelah aku terbangun dari tidurku
Semuanya hilang
Semuanya musnah
Bayangmu kembali hadirkan gelisah
Aku ingin tidur untuk selamanya bermimpi
Aku ingin bersamamu walau hanya sebatas ilusi
Meski ku tau itu semua tak nyata
Meski ku tau itu semua hanya sia-sia
Meski ku tau itu semua fana
Tapi aku ingin merasakan indah nya Cinta itu
Cinta yang pernah ada bersamamu
Cinta yang pernah kau titipkan dalam hati ku
Cinta yang pernah kita rangkai beberapa waktu yang
lalu
Cinta yang tak pernah punah meski kini aku tak
bersamamu
Aku akan slalu merindukan mu
Meski kau tak
akan pernah tau
Bahwa aku
merindukan mu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar