Translate

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Kamis, 06 September 2012

Sebatas Ilusi


Aku melirik arloji yang melilit ditanganku. Pukul lima belas lewat lima menit, sejauh ini aku masih bergumul dalam dumay ku. Berulang kali aku membuka dinding profil facebook kekasih ku. Sekedar ingin tau aktivitasnya akhir-akhir ini. Sepuluh hari sudah kami tak bertemu, berkomunikasi lewat ponsel pun
jumlahnya bisa dihitung dengan jari dalam setiap harinya.
Ponselku ku bergetar, kudapati sebuah pesan singkat disana
Bisakah kita bertemu malam ini?
Tanpa fikir panjang aku pun dengan segera membalasnya
Yapz, tentu bisa, karna aku sangat ingin bertemu dengan mu, aku merindukanmu : )
Tak lama ponsel itu kembali bergetar
Baiklah, pukul tujuh malam ya! Di taman kota.
Pesan barusan langsung kusimpan dalam hatiku dan akan menggema-gema disana hingga aku berjumpa dengannya.
***
Menjelang keruntuhan matahari di cakrawala barat, bayang-bayang pohon, rumah-rumah, kendaraan, tiang-tiang lampu jalan, orang-orang, semuanya jatuh menghadap timur. Aku masih berdiri di balik kaca jendela lantai dua rumahku ini. Menunggu sang langit untuk berganti gaun hitam.
Waktu kini telah menunjukan pukul delapan belas lewat lima belas menit, ku obrak-abrik lemari pakaianku, ku cari pakaian yang berwarna natural untuk ku kenakan malam ini. Aku mematut diri dicermin, menyisir rambut yang beraroma shampoo ini hingga rapih, mengoleskan bedak tipis di wajah, dan memulas tipis lipstick berwarna natural. Aku tersenyum kecil dalam refleksiku sendiri, seolah tak percaya bahwa malam ini aku akan bertemu sang pangeran cinta.
Sebelum aku melangkah menuju taman kota, ku buka kembali kotak masuk dalam ponsel ku, berharap ku dapati lagi pesan  dari dia yang sangat kurindukan malam ini. Waktu kini menunjukan pukul delapan belas lewat empat puluh lima menit, ku amati sekeliling ku, langit berwarna kehitaman sehitam tinta, lampu-lampu jalan berpijar gemerlap, gedung-gedung dan toko-toko di sisi jalan bersimbah cahaya yang turun dari lampu yang beraneka warna. Aku berjalan setengah berlari menembus jantung kota. Aku tak ingin datang terlambat di hari jadianku malam ini.
Aku duduk disebuah bangku taman menanti kedatangan kekasih hati. Kamu dimana? Kenapa kamu ngga menghubungiku lagi? Apakah pertemuan kita malam imi batal? Atau akan ada kejutan yang akan kamu berikan padaku malam ini? Sayang, ketahuilah, aku sedang sangat merindukanmu malam ini, cepatlah datang menemuiku disini. Aku bergumul dalam hati. Ku coba mengetik sebuah pesan singkat padanya
Kamu ada dimana? Aku sudah menunggumu di taman : )
Selang dua menit kemudian kudapati sebuah balasan dari pesan singkat itu
Maaf, aku terlambat, mungkin sebentar lagi aku sampai disana
            Aku telah menunggunya selama kurang lebih satu setengah jam. Arlojiku kini menunjukan pukul dua puluh lewat tiga puluh menit. Aku menunduk menghembuskan rasa bosan, melihat sepatuku yang bergoyang-goyang kecil di bawah sana. Aku benar-benar sangat merindukannya, gejolak rindu ini senantiasa membuncah di dada. Kerinduan ini bagai air yang mengalir dan kerinduan ini terkadang lenyap setelah sampai pada muara yang bernama pertemuan. Mungkin inilah cinta, aku tertawa kecil sembari memandangi foto kekasihku di layar ponsel. Inikah cinta? Aku bisa bahagia meski hanya mampu memandangi wajah dua dimensinya.
            Suara gemuruh langit seolah memecahkan keheningan dalam benakku. Dimana kekasihku? Mengapa sampai sekarang belum juga sampai disini? Bukankah dia sudah berjanji untuk tiba disini pukul tujuh malam ini? Tapi sekarang sudah hampir pukul Sembilan malam. Aku mengeluh dalam hati. Aku gelisah, lalu berdiri, berjalan beberapa langkah untuk sekedar melihat-lihat lampu dan bunga-bunga di taman ini. Ku ambil ponsel dari dalam tas ku, ku putar-putar benda mungil itu, sambil berharap ada panggilan atau pesan masuk di sana.
            Aku kembali duduk di bangku taman yang mulai rapuh karena dimakan usia. Tak lama, dia yang ku tunggu akhirnya datang juga. Dari jarak puluhan meter sekalipun, aku sudah bisa mengenali postur tubuh itu, gaya sisiran rambutnya, cara berpakaiannya, tapi tidak dengan wanita yang ada di sampingnya, aku sama sekali tak mengenalnya. Mereka berdua berjalan menuju kearah ku. Tiba-tiba wanita itu menghentikan langkahnya, kira-kira lima meter dari tempat dimana aku berdiri. Kini kekasih yang sekian lama ku nanti kehadirannya, telah berdiri di hadapanku.
            “Hay” sapaku
            Dia hanya tersenyum kecil, namun senyuman yang kali ini kulihat tak seperti biasanya, tak seperti senyuman yang seringkali menghiasi hari-hari ku.
            “Bisa kita bicara sebentar?”
            Beberapa patah kata keluar dari mulutnya. Apa yang akan dia katakan? Mengapa nampak serius sekali? Aku bertanya dalam hati.
            “Ya, duduklah!” sahut ku
            “Kita putus” Lirihnya
            Dua patah kata itu seakan mematahkan hatiku. Ada saat ketika suasana berubah seratus delapan puluh derajat hanya karena sebuah ucapan. Ada detik-detik dimana saraf-saraf demikian tegang, persendian kaku, lidah beku, dan semuanya, seisi dunia bagai berhenti. Jantungku bagai dihujam ribuan pedang.
            “Tapi kenapa? Kenapa kita harus putus?” dengan kekuatan yang tersisa, ku coba untuk mempertanyakan itu padanya.
            “Ini jalan terbaik yang harus kita ambil” ucapnya lirih
            Setiap kata yang keluar dari mulutnya seolah terus menerus memaksaku untuk segera mati.
            “Terbaik? Tapi apa masalahnya? Aku salah? Aku minta maaf” tanpa ku sadari, aku telah mencengkram lengannya, menahannya untuk tidak pergi meninggalkanku. Kusadari wanita yang jauh di belakangnya itu menatapku dengan bola mata yang membara.
            “Tak ada yang salah dari mu, hanya saja, hubungan kita harus berakhir sampai disini”
            Ucapannya seolah mematahkan tulang kakiku, tak kuat lagi rasanya untuk berdiri, aku hampir menjatuhkan tubuhku di rumput-rumput hijau taman ini, tapi seketika pelukannya menahanku untuk tetap berdiri. Bisa ku rasakan pelukannya kini tak lagi sehangat dulu, aku dengar ketika ia berbisik di telingaku, bahwa ia tak bisa mencintaiku lagi. Sesuatu menetes di bawah kelopak mataku, Kristal bening itu rontok satu demi satu dari tepian mataku. Aku tak berdaya untuk menghentikannya. Wanita itu menarik tangan kekasihku, membiarkanku benar-benar jatuh sekarang, ku lihat wanita itu memaksa kekasihku untuk segera pergi meninggalkan ku. Apa? Kekasihku? Bukan, bukan lagi, lebih tepatnya, dia mantanku.
            Malam berjingkat-jingkat membawa serpihan awan kelam, bergayut beberapa lama dilagit. Sementara itu, angin sejak tadi meloncat-loncat dan menghantam apapun yang ditemuinya ; dedaunan mendadak riuh, rerumputan meliuk bak menari-nari, langit sesekali berdebum, menurunkan titik-titik air. Mula-mula lambat. Lalu, detik demi detik titik-titik air itu menderas mengecup bumi. Hujan membungkus taman kota ini.
            Dengan tangis yang terisak-isak, dengan segenap kekuatan yang ada, ku kumpulkan kesadaran yang berserakan, aku berdiri, dan perlahan melangkah untuk sampai dirumah. Aku menangis di sepanjang jalan, namun aku besyukur, berkat hujan, tak ada satupun yang tahu bahwa aku sedang menangis saat itu. Aku bergumul di sepanjang jalan, mengapa? Mengapa semuanya seolah secepat ini sirna? Bukankah dulu kau berjanji untuk selalu mencintaiku? Tapi kenapa? Semuanya harus secepat ini berlalu, dimana janjimu? Bukankah aku sudah menepati janjiku? janji untuk slalu bersamamu, karna aku tak sanggup untuk melupakanmu, kenangan tentang dirimu terlalu erat memelukku.
***
            Tiba-tiba aku terjaga dari tidurku. Kepalaku terasa pusing karena terlalu banyak menagis. Sambil menekan-nekan pelipis, aku bangkit dan mengambil ponsel. Kudapati sebuah pesan singkat disana.
Maaf untuk malam ini, maaf jika aku harus mengingkari semua janji-janji. Hanya ada maaf kataku untukmu, kini ku tak bisa lagi menjagamu. Jangan lagi ada harapmu untuk ku, karna ku tlah robek kasih dan sayangmu, tangismu, takkan hentikanku hempaskan semua cerita dulu. Jadi ku mohon, berhentilah untuk mencintaiku, dan berhentilah merindukanku, karna aku bukan lagi kekasihmu.
Mungkinkah aku sanggup untuk berhenti mencintaimu?
Atau berhenti untuk merindukanmu?
Saat aku terbangun dari tidurku
Saat itu pula aku ingin tidur untuk selamanya
Taukah kau mengapa?
Ketika aku terlelap dalam tidurku
Aku mampu melihat mu
Aku mampu menyentuh mu
Aku mampu berada di samping mu
Aku mampu merasakan indahnya hari ku
Dan aku mampu ungkapkan semua rasa ku untukmu

Tapi setelah aku terbangun dari tidurku
Semuanya hilang
Semuanya musnah
Bayangmu kembali hadirkan gelisah

Aku ingin tidur untuk selamanya bermimpi
Aku ingin bersamamu walau hanya sebatas ilusi

Meski ku tau itu semua tak nyata
Meski ku tau itu semua hanya sia-sia
Meski ku tau itu semua fana

Tapi aku ingin merasakan indah nya Cinta itu
Cinta yang pernah ada bersamamu
Cinta yang pernah kau titipkan dalam hati ku
Cinta yang pernah kita rangkai beberapa waktu yang lalu
Cinta yang tak pernah punah meski kini aku tak bersamamu

Aku akan slalu merindukan mu
Meski kau tak akan pernah tau
Bahwa aku merindukan mu



               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar